teks berjalan

Selamat Datang di Blog Berbagi Bersama Sahabat

Kamis, 08 Januari 2015

Kejahatan Agresi-H.P.Internasional

43Kejahatan Agresi
Stefan Barriga

PENGANTAR
Kejahatan AGRESI, atau kejahatan melawan perdamaian, yang terkenal dengan “tindak pidana  internasional tingkat tinggi” oleh Robert H. Jackson, Kepala Jaksa Agung di pengadilan Nuremberg. Dari dua puluh dua pembentuk pemimpin Nazi yang  dituntut di Nuremberg, dua belas didakwa atas kejahatan melawan perdamaian. Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh ( Pengadilan Tokyo) mempunyai focus yang lebih kuat dalam agresi. Pengadilan Tokyo hanya mengadili pemimpin politik dan militer yang melakukan tindak pidana termasuk agresi.Dua puluh empat dari mereka dihukum atas kejahatan ini.

Kejahatan agresi, esensinya adalah kejahatan yang mengobarkan suatu perang ilegal, atau dengan kata lain perang yang kontroversi dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dengan ini, akibat wajar hukum pidana kepada tanggungjawab Negara untuk kasus penyalahgunaan angkatan bersenjata
yang paling serius. Piagam melarang pengancaman atau penggunaan pasukan kecuali dalam kasus pertahanan diri atau ketika diizinkan oleh Dewan Keamanan. Sementara disana banyak contoh penggunaan pasukan  tidak resmi  sejak didirikannya PBB. Bukan pengadilan internasional atau domestik untuk kejahatan agresi , telah dilakukan selama enam dekade terakhir. Ini karena dua alasan yang mendasar : suatu kontroversi berkepanjangan tentang sebuah definisi agresi yang mengikat secara hukum , dan kurang efektifnya wewenang pengadilan internasional  untuk mengadili  agresi. Kedua isu tersebut, rupanya, baru-baru ini deselesaikan untuk tujuan dari  Statuta Roma oleh Pengadilan Pidana Internasional (PPI) : pada Juni 2010 Konferensi Pertimbangan diadakan di Kampala, Uganda, mengadopsi amandemen berisi definisi yang mengikat secara hukum dari tindak pidana dan kondisi tepat dibawahnya dimana PPI akan diberdayakan untuk mengadili mereka yang bertanggungjawab terhadap kejahatan agresi berkomitmen sebelum awal 2017. Sudah sebelum Konferensi Pertimbangan , umumnya menerima bahwa kejahatan agresi memang ada dibawah hukum pidana internasional. Pada tahun 2006 penjelasan ini telah dikonfirmasi oleh British House of Lords. Lebih jauh lagi, sekitar dua lusin Negara di dunia ( termasuk Federasi Rusia dan Jerman) mempunyai kode kejahatan agresi yang tergabung dalam kode pidana domestik mereka.

Gagasan “kejahatan” agresi  harusnya dibedakan dengan “tindakan” agresi . Pembentuk merujuk pada pelaksanaan oleh pemimpin individu yang menanggung tanggungjawab kejahatan penggunaan pasukan negara.  Bahkan biasanya tanpa aktif berpartisipasi dalam medan perang. Selanjutnya merujuk pada aksi/tindakan negara, misalnya salah satu invasi tentara oleh negara tetangga.

Kejahatan agresi dan kejahatan perang seringakli sambung menyambung , meskipun secara konseptual mereka sangat berbeda. Kejahatan perang adalah pelanggaran serius terhadap aturan yang berlaku dalam perang bersenjata (ius in bello), dimana kejahatan agresi merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan dalam menggunakan angkatan bersenjata (ius ad bellum) Kejahatan perang bisa dilakukan oleh tentara secara individual dalam suatu medan perang, dimana kejahatan agresi hanya bisa dilakukan oleh seorang pemimpin Negara. Kejahatan perang bisa terjadi baik dalam konflik bersenjata nasional maupun internasional. Dimana kejahatan agresi oleh definisi internasional, selalu melibatkan paling tidak dua Negara.


MENDEFINISIKAN KEJAHATAN AGRESI

Sementara konsep Piagam PBB yang tidak setuju pada suatu penjelasan dari agresi, Piagam London 1945 oleh Pengadilan Militer Internasional di Nuremberg merujuk pada kejahatan melawan perdamaian seperti “perencanaan, persiapan, inisiasi, atau mengobarkan perang agresi, atau perang yang melanggar kesepakatan internasional, perjanjian atau jaminan, atau partisipasi dalam perencanaan umum atau konspirasi untuk pemenuhan hal tersebut diatas” Definisi yang agak kabur dari agresi selanjutnya didukung oleh Komisi Hukum Internasional sebagai bagian Asas Nuremberg 1950.

Pada tahun 1974, mengikuti negosiasi beberapa decade, Majelis Umum PBB menyetujui “Definisi Agresi” yang lebih rinci, dimuat dalam resolusi 3314 (XXIX). Artikel 1 mendefinisikan agresi sebagai ”penggunaan angkatan bersenjata oleh suatu Negara melawan kedaulatan, integritas wilayah, kemerdekaan politik Negara lain, atau dalam cara lain tidak konsisten pada piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, seperti yang sudah diatur dalam Penjelasan ini,” dan Artikel 3 berisi daftar ilustrasi tindakan yag memenuhi agresi, seperti, “invasi  atau serangan oleh pasukan bersenjata suatu Negara atas wilayah negara lain, atau pendudukan militer, meskipun sementara, berakibat dari invaasi atau serangan tersebut.” Kekurangan dari definisi tersebut , bagaimanapun adalah sifatnya yang tidak mengikat. Maksud utamanya adalah  untuk menjadi panduan Dewan Keamanan dalam menetapkan tindakan agresi suatu Negara, dan tidak dimaksudkan untuk menjadi dasar proses pidana perorangan.

Pada tahun Konferensi Roma 1998 yang dibangun oleh PPI, tidak ada perjanjian tentang bagaimana mendefinisikan agresi untuk peradilan pidana perorangan.  Sementara Undang-Undang PPI memasukkan agresi dalam salah satu kejahatan dibawah yuridiksi Pengadilan. Pengadilan adalah latihan aktif secara hukum atas kejahatan yang ditangguhkan sampai sebuah ketetapan diadopsi unuk mendefinisikan kejahatan tersebut dan menetapkan kondisi lebih lanjut untuk pelaksanaan hukumnya, sebagaimana dimungkinkan oleh otorisasi Dewan Keamanan PBB. Pada Februari 2009, Tim Kerja Khusus dalam Kejahatan Agresi mengajukan proposal tentang definisi kejahatan agresi, sehingga menyimpulkan sebuah fase penting dari negosiasi. Proposal Tim Kerja menggabungkan definisi  yang dimuat dalam resolusi 3314, tetapi mencari beberapa tindakan pengecualian dari yurisdiksi Pengadilan. Hanya tindakan agresi-seperti yang didefinisikan dalam resolusi 3314 – “dimana, berdasarkan karakter, berat dan skalanya, merupakan pelanggaran nyata terhadap Piagam PBB” akan memenuhi syarat. Pertempuran perbatasan kecil, misalnya, yang tidak memicu yurisdiksi PPI . Seperti halnya dengan penggunaan angkatan bersenjatayang karakter ilegalnya masih bisa diperdebatkan daripada “wujud nyata” nya, tidak akan berhenti sampai PPI - bisa dibilang melindungi Pengadilan sebelum memasuki medan politik yang sangat kontroversial.
Konferensi Pertimbangan 2010, memutuskan untuk memasukkan definisi tersebut diatas dalam Statuta Roma sebagai 8 artikel baru dua kali. Tambahan, konferensi mengadopsi sejumlah “pemahaman” yang dapat menjadi pedoman interpretasi dari definisi. Salah satu pemahaman Negara bahwa “agresi bentuk penggunaan pasukan paling serius dan berbahaya,”demikian kembali mengkonfirmasi bahwa tidak semua penggunaan pasukan illegal merupakan agresi.
Dibawah gubahan Statuta Roma, tanggungjawab pidana untuk kejahatan agresi akan terbatas pada mereka yang ertanggungjawab atas kebijakan aggressor Negara. Seperti pemimin-pemimpin yang mendefinisikan sebagai orang-orang “dalam posisi ofektif untuk melatih kendali atas atau mengarahkan politik atau tindakan militer suatu Negara.” Klausul kepemimpinan ini bisa merujuk kepada lebih dari satu orang dan termasuk, misalnya, pejabat tingkat cabinet atau pemimpin militer. Ini bisa jadi, bagaimanapun juga, jelas mengecualikan tentara secara individu dari tanggungjawab pidana dari agresi. Proposal tersebut tidak menyarankan untuk mempidanakan “partisipasi secara umum dalam perencanaan dan konspirasi” untuk pecapaian agresi sebagaimana dilakukan oleh Nuremberg, tetapi menggabungkan aturan umum Statuta Roma dalam bentuk partisipasi. Bentuk kedua dari partisipasi, seperti membantu dan bersekongkol, karena itu menimbulkan tanggungjawab pidana – membuktikan bahwa pelaku memenuhi persyaratan kepemimpinan.

Definisi Statuta Roma tentang kejahatan Agresi (kutipan)

Artikel  8 dua kali* tentang Agresi

1.        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar